Ada satu cerita
Tangguh banget mereka. Manjat tebing masih pakai rok dengan peralatan seadanya.
Dalam frame foto tersebut menyimpan cerita yang tidak biasa. Mereka adalah Lucy Smith dan Pauline Ranken dari Klub Panjat Tebing Wanita Skotlandia. Foto diambil tahun 1908.
Mereka hanya mengenakan rok panjang, topi, blus, korset, jaket dan sepatu biasa, lihat pada fotonya (walau manjat tetep anggun yak). Zaman itu, celana belum lazim dipakai kaum wanita. Kalau coba-coba justru kena razia dan menimbulkan konflik kegaduhan. Barulah setelah perang dunia celana mulai "diizinkan" untuk wanita. Ada sejarah cukup panjang tentang celana. Lain kali bisa saya ceritakan.
Salah satu orang dalam foto tersebut merupakan salah satu pendiri klub ini, Lucy Smith. Pendiri yang lain adalah Ladies Jane Inglis Clarke dan putrinya Mabel. Nama klub ini Scottish Climbing Club. Sebelum mendirikan klub mereka sudah naik ke pegunungan Alpen (termasuk area pendakian utama di Skotlandia seperti Crianlarich, Glencoe dan Skye).
Dimana letak ketangguhannya?
Ketika role wanita saat itu belum sefleksibel pria.
Disaat mereka memanjat tebing dengan perlengkapan yang tidak safety seperti pada gambar. Pria sudah menggunakan peralatan yang lebih baik. Satu-satunya perlindungan yang mereka miliki adalah seutas tali yang diikatkan di masing-masing pinggang mereka. Tidak ada tali kekang atau peralatan keselamatan modern yang tersedia saat itu.
Dalam foto mereka hanya menggunakan sepatu kasual biasa yang sangat beresiko untuk memanjat. Sedangkan untuk pria memakai sepatu boot khusus gunung dan celana panjang, yang pasti membuat segalanya lebih mudah.
Sehingga, mereka berupaya membuat diri mereka layak. Saat itu mereka berusaha memenuhi syarat pendirian klub yang sulit (sengaja dibuat lebih sulit). Yaitu mendaki empat puncak setidaknya 3.000 kaki dengan dua tanjakan salju dan dua tanjakan batu. Tanpa ada bantuan pria. Kalau ini dibuat film sudah pasti bakalan epic banget asli.
Jadi mereka juga melakukan usaha yang cerdik ketika tak ada laki-laki melihat saat memanjat, mereka menggunakan celana selutut yang sudah mereka sembunyikan di dalam gaun. Jadi gaun itu mereka simpan. Atau ya mereka tidak kesulitan ketika memanjat dan mendaki dengan menggunakan rok gaunnya. Karena mereka masih menjaga norma masyarakat yang berlaku dalam berbusana saat itu. Padahal jelas sekali hal ini berbahaya. Dah kayak Charlie's Angels saja.
Bahkan klub ini melakukan pendakian gunung seperti Beuckle (Buachaille Etive Mòr) dan Suilven, pendakian yang mana masih termasuk pendakian sulit mungkin ya bagi para pendaki modern walau sudah memiliki perlengkapan lebih safety.
Jane Duncan (kiri) dan Jane Inglis Clarke (kanan). Sedang travelling di India and Nepal.
Lalu cibiran seperti apa yang mereka terima?
Mereka menerima hinaan bahwa para perempuan pemanjat gunung dan naik gunung adalah sosok yang tidak keibuan. Saat itu wanita yang "dianggap" anggun adalah tidak kepanasan (jadi bawa payung ya kemana-mana) dan tidak keringatan (bawa kipas dimana-mana). Kalau panas-panasan dan keringetan artinya itu tidak sopan.
Gagasan mendaki itu dianggap "mengerikan" dan "kasar". Hanway sendiri menulis secara anonim. Bukunya A Journey to the Highlands of Scotland diterbitkan dengan judul 'By a Lady', untuk menghindari stigma buruk itu sendiri. Tentu resikonya mereka mengalami pengucilan, penolakan dan konflik hingga bisa saja mereka menerima hukuman di kantor polisi.
Cara mereka mengagumkan. Bagaimana mereka berusaha memantaskan diri dengan terus berlatih dalam menakhlukkan gunung. Dobrakan mereka melegenda dalam menghadapi hambatan hidup.
Mereka tidak mengeluh, tidak menyerah, cerdik melihat situasi dan tidak banyak drama. Kalau situasi belum memungkinkan ya mereka tetap menyesuaikan. Mereka percaya dengan impian yang sedang mereka raih, jadi pasti banyak resiko bahkan penghinaan. Tapi keyakinan mereka dapat melewati hal itu menjadikan mereka fokus. Padahal dilihat sekilas di masanya apa yang mereka upayakan itu seperti mustahil. Ketangguhan semacam itu seperti tahan banting. Tanda mencintai diri sendiri adalah mau untuk bergerak maju sedikit ataupun banyak langkahnya. Tak banyak mengeluhi keadaan. Kembali dengan memantul lagi keatas seperti bola bekel. Bergerak saja, terimalah kondisi yang sulit itu. Jangan endapkan jadi energi yang negatif, lepaskanlah dengan kegiatan positif. Kalau tak dialihkan dengan kegiatan dan misi hidup yang baru. Lalu kapan kemajuan dapat dirasakan?.
Bagi seorang wanita dan membuktikan mereka ternyata bisa. Jadi cerita ini bisa semacam energi baru kalau kita bisa belajar menjadi wanita setangguh mereka. Percayalah manjat tebing dengan masih pakai gaun itu sangat tidak fleksibel dan sulit. Yang ada roknya justru robek. Kalau mereka tidak mempercayai diri mereka sendiri mungkin nasib wanita hari ini tak akan jauh banyak berkembang dalam hal hak kesetaraan.
Catatan Kaki