Kalau begini memang damage nya kemana-mana.
Tak bisa lupa, saat Natalie Portman sedang belajar sambil syuting prekuel Star Wars. Dia menghadiri kelas selama istirahat syuting, dan berhasil lulus dengan pujian di bidang Psikologi pada tahun 2003. Lulus dari Universitas Harvard.
Dia ini, cantik? Banget. Pintar? Dia berjuang sih supaya mampu.
Sebenarnya jawaban paling menguntungkan dari pertanyaan ini adalah jawaban lain kan.. yaitu memilih yang cantik dan pintar. Ya kan?.
Karena sering kali terdengar stereotip kalau cantik biasanya bodoh. Lalu? Masa yang jelek lantas selalu pasti pintar :v, kok enak? Ilmu cocokologi dari mana dong? Karena jelek punya privilege jadi pasti pinter nih. Waduh. *Bagaimana jika sudahlah jelek ternyata bodoh lagi? Kasta apa yang akan dimasuki?.
Walau saya sendiri tetap menghargai bagaimanapun rupa Yang Maha Kuasa berikan untuk ciptaannya. Kalau yang tak rupawan, namun berpenampilan menarik, saya kira damagenya juga akan muncul. Sekarang banyak referensi dan sarana kok untuk meningkatkan value rupa tersebut.
Jangan dikira orang-orang cantik ini lepas dari sikap diremehkan juga. Makanya perlu tahu juga orang-orang cantik ini juga modalnya tidak hanya fisik. Mereka juga berusaha supaya value kecerdasannya diakui.
Natalie Portman lahir dari keluarga yang sebagian besar adalah akademisi. Pilihannya untuk menekuni dunia peran menyisakan keraguan dan pertanyaan dari keluarganya. Mampu nggak belajar? Serius nggak? Keluarganya meragukannya dengan pilihan hidupnya menjadi artis. Namun, karena ia yakin jalan hidupnya sebagai aktris, maka ia harus membuktikan kalau urusan pendidikan tidak akan membuatnya jadi hambatan. Jalan inilah yang memberikan gairah terhadap hidupnya.
Ternyata sering diragukan membuatnya menjadi insecure dengan value dirinya sendiri. Dan perasaan seperti ini masih ia rasakan paska lulus pun.
"Saya merasa tak cukup pintar untuk bisa menjadi bagian institusi ini. Hingga setiap saya mulai bicara, saya berusaha dan seakan harus membuktikan, saya bukan sekadar aktris bodoh," kata Portman, saat bicara di depan mahasiswa baru Harvard baru-baru ini, dikutip dari Business Insider.
Setiap menghadap profesor dulu ia sering menangis, kelelahan dan depresi. Semacam, baru juga baru bangun tidur tapi banyak sekali urusan yang harus diselesaikan di hari itu. Mau bangun saja badannya susah sekali. Plus sedang fase muda dan mengenal yang namanya patah hati untuk pertama kalinya di usia 19 tahun. Adalah masa-masa terkelam dalam hidupnya ditambah sedikit mendapat sinar matahari waktu sedang sibuk-sibuknya. Depresi musim dingin pun seperti kita pernah dengar, bisa menyebabkan seasonal affective disorder
Membaca disela-sela syuting.
Dengan sulitnya dia berusaha menjalani tuntutan pekerjaan dan memenuhi ekspektasi keluarganya. Ia memilih untuk bertahan. Bertahan menjalani. Dengan belajar maka ia akan segera menyelesaikan tugasnya. Tak sabar ia ingin berperan dalam film. Dengan begitu ia memerankan orang lain. Membayangkan kehidupan mereka. Menghidupkan cerita. Dan ia ingin juga jika orang lain tahu kesulitannya bertahan untuk memberitahu bahwa mereka juga bisa melakukan hal sama sepertinya.
"…Gelar yang saya dapat dari Harvard menunjukkan rasa penasaran dan penciptaan yang mendorong kita semua ada di sini, juga persahabatan yang saya pertahankan hingga sekarang," katanya.
Orang cantik dan tidak. Kalau dia mau pintar tentu harus berusaha. Kalau Natalie memilih menyerah dan tak kuat menahan beban mental yang ia rasakan, saya rasa tak sulit baginya memilih bund1r. Karena depresi yang ia rasakan juga berlarut-larut. Tapi dia berusaha menjalani walau nangis-nangis darah, walau sedikit dukungan. Walau patah hati. Duh melas bener mbak Natalie.
Walau cantik dan pintar ternyata tidak cukup. Untung ia memilih beradaptasi dengan meningkatkan resiliensi dirinya. Adalah kemampuan untuk mengatasi dan beradaptasi terhadap kejadian yang berat atau masalah yang terjadi dalam kehidupan. Bertahan dalam keadaan tertekan, dan bahkan berhadapan dengan kesengsaraan (Adversity) atau trauma yang dialami dalam kehidupannya.
Olah sikap ini yang sering terlewat pada banyak orang. Masalah yang dihadapi Natalie adalah masalah yang juga kita jumpai dalam hidup kita sebenarnya.
Sempet baca New York Times juga
Keuntungan memiliki wajah rupawan adalah akan terkesan familiar. Orang lebih nyaman bersama dengan yang cakep ketimbang yang tidak. Sering lihat kan dalam film, orang takut pada tokoh yang jelek karena diasosiasikan dengan hal negatif.
Anggapan jika yang rupawan berpeluang dalam memperoleh kesempatan lebih besar adalah karena sering diasosiasikan dengan kesuksesan. Ya inilah yang kita sebut dengan bias.
Seolah tanpa pintar, orang cakep pasti sukses. Padahal ya belum tentu. Kalau basicnya tidak kuat, fondasi kecerdasannya tidak mampu, ya cepat atau lambat akan rugi dong yang bekerjasama dengannya. Karena rupawan itu akan seiring waktu memudar bersama usia, beda dengan kepintaran. Jadi menaikkan value kecerdasan agar pintar adalah hal yang masuk akal untuk jangka lebih panjang. Plus berusaha membuat nyaman orang dengan tampilan yang baik, perilaku yang baik, semoga akan lancar urusannya. Olah sikap yang baik diantara tampilan fisik dan kecerdasan merupakan jembatan yang kita perlukan.
Dunia ini memiliki berbagai kombinasi dan pilihan. Tidak semua punya hasil yang sama jika dibenturkan. Cantik pasti bodoh. Jelek pasti pintar. Kita bisa lebih bersikap bijak tidak mengkotak-kotakkan sesuatu hanya sekedar cantik atau jelek.
Catatan Kaki