Kebaya Janggan. ꦗꦁꦒꦤ꧀ akulturasi perpaduan antara seragam militer eropa dan busana tradisional. Memberi kesan Feminin dan maskulin bersamaan.
Kebaya Janggan yang populer karena serial Gadis Kretek. Diperankan oleh Dian Sastrowardoyo.
Konsep akulturasi kurang lebih saat satu kebudayaan asli bertemu dengan kebudayaan asing. Kedua kebudayaan ini bertemu menjadi kebudayaan baru tanpa menghilangkan unsur kebudayaan asli.
Contohnya kebaya satu ini, kebaya Janggan.
Dasiyah atau Jeng Yah
Cirinya berwarna hitam, dengan kerah yang tinggi, berkancing. Warna ini menggambarkan ketegasan, kesederhanaan, dan kedalaman, juga sifat keputrian.
Sekilas detil tersebut seperti siluet beskap pria. Janggan adalah
Disebut juga busana takwa untuk Abdi Dalem putri yang disebut dengan Janggan. Janggan dikenakan misalnya saat bertugas sebagai penabuh gamelan (wiyaga), pasinden (vokal putri) serta Abdi Keparak sesuai dengan perintah dan tatacara yang diperkenankan oleh keraton.
Baju takwa untuk perempuan ini berwarna hitam yang menggambarkan simbol ketegasan, kesederhanaan, dan kedalaman, pun sifat kewanitaan yang suci dan bertakwa.
Sumber
Mula-mula kebaya ini merupakan busana wajib yang biasanya dikenakan para sentono dalem (keluarga kerajaan), aristrokat dan abdidalem (abdi istana) putri di Kasunanan Surakarta, Puri Mangkunegaran maupun di Kasultanan Yogyakarta dan Pakualaman. Desain kebaya ini membuat si pemakai lebih tangkas menjalankan tugas-tugasnya.
Fungsinya berbeda sesuai dengan status. Untuk abdidalem menjadi seragam resmi pada upacara tertentu. Seperti hajad dalem (sungkeman di lingkungan Keraton saat Idulfitri) dan juga caos bekti (tanda penghormatan pada raja keraton).
Sementara untuk keluarga kerajaan, dipakai sebagai busana bepergian, desainnya dianggap lebih santun. Biasanya ditambahkan dengan mantel dan topi ala Eropa, serta digunakan oleh anggota kerajaan yang belum menikah.
Dokumentasi visual tentang gambaran yang mirip dengan Kebaya Janggan untuk pertama kalinya hadir dalam cetakan kedua buku "History of Java" (1817) dibuat oleh Raffles ketika Inggris menguasai Jawa.
Pada tahun 1830an ketika perang Jawa, busana ini juga dipakai oleh Raden Ayu Ratnaningsih, istri Pangeran Diponegoro. Ia menyembunyikan patrem atau keris putri dibalik kebayanya.
Menurut Raffles, masyarakat Jawa saat itu, baik dari kalangan atas maupun menengah gemar memadukan elemen pakaian eropa dengan pakaian tradisional mereka.
Gambar seorang tentara Jayeng Sekar (Dalam istilah Belanda ditulis "Djyang Scar") bersumber dari buku Harduin & Ritter (1853 : 236)
Pada kurun waktu tersebut Prajurit Eropa yang bertugas di Jawa menggunakan seragam biru gelap dengan kerah tinggi serta kancing di leher. Kaum pribumi elit Jawa sempat menggunakan seragam tersebut saat gubernur Daendels membuat korps prajurit pribumi "Jayengsekar" atau kepolisian khusus yang dibentuk dari pemuda kalangan elit Jawa pada tahun 1808. "Jayeng" yang berarti kemenangan atau kejayaan, dan "sekar" yang artinya bunga, berarti bunga kejayaan.
Kembali kepada kebaya Janggan, mengapa bisa kita dianggap sebagai akulturasi? Karena kebaya ini merupakan perpaduan antara seragam militer eropa dan busana tradisional Jawa menjadi potongan yang lebih feminin untuk kemudian digunakan oleh kaum perempuan.
Kemungkinan awal inspirasi untuk memasukkan elemen leher seragam militer tersebut pada kebaya adalah para istri utama dan juga selir dari para suami mereka yang tergabung dalam kelompok Jayengsekar tersebut. Sehingga jadilah busana baru yang memberikan kesan kuat tangkas, tegas juga feminin dalam satu waktu.
Pada akhir abad ke-19, kebaya Janggan yang dikenakan sentono dalem juga semakin berkembang. Mulai dari bahan, corak, hingga warna busana.
Nyi Ageng Serang dari Banten, menggunakan kebaya Janggan saat bertempur.
Mantan Menlu, Ibu Retno Marsudi memperlihatkan aktivitasnya memakai busana atas yang terinspirasi dari kebaya Janggan saat menyambut beberapa tamu negara.
Raline Shah, saat pembukaan Museum Nasional Indonesia. Ia hadir dengan kebaya janggan dan bawahan kain batik jarik tulis.
Jumat, 27 Desember 2024
Catatan Kaki