Ada banyak, salah duanya adalah Kakeknya Desta dan Ayahnya Vino G. Bastian. Beliau berdua adalah legenda penulis cerita silat (cersil) dari Indonesia. Pada zaman tersebut, kedua penulis ini memiliki "khas" cerita tersendiri.
Asmaraman Sukowati Kho Ping Hoo.
Kakeknya Desta (Deddy Mahendra Desta), banyak dikenal dengan nama Kho Ping Hoo, nama lengkapnya adalah Asmaraman Sukowati Kho Ping Hoo. Lahir pada tahun 1926 kemudian meninggal pada tahun 1994. Beliau lahir di Sragen, Jawa Tengah.
Cerita silat Kho Ping Hoo mengambil latar Tiongkok kuno dan Jawa klasik. Setelah banyak membaca, beliau mulai menulis cerita pendek dan menerbitkan majalah sastra. Serial pertamanya, Pek Liong Po Kiam (1959). Kemudian ia membeli sebuah mesin cetak dan setelah pindah ke Surakarta pada tahun 1963, ia mendirikan Penerbit Gema. Selain itu Kho Ping Hoo juga sering mempromosikan asimilasi terhadap Tionghoa Indonesia dan pernikahan dengan warga lokal Indonesia. Beliau berpendapat bahwa pernikahan antara keturunan Tionghoa dan pribumi akan menumbuhkan harmoni rasial.
Kho Ping Hoo mendapatkan inspirasi dari literatur Tiongkok klasik (terjemahan bahasa Indonesia dari novel wuxia) dan film-film yang masuk ke Indonesia pada masa tersebut. Jalan cerita yang dibuat adalah perpaduan dari nilai-nilai budaya Tionghoa dan Jawa, sehingga menarik bagi berbagai kalangan pembaca.
Tokoh yang diciptakan tidak jauh tentang kepahlawanan. Seperti yang kita tonton dalam drama silat Tiongkok, pasti ada profil pahlawan yang berjuang dengan keberanian dan untuk kehormatan. Penggambaran tokoh-tokoh yang kuat, bermoral hingga pendeskripsian seni bela diri yang detil.
Kho Ping Hoo memulai karirnya sebagai penulis pada akhir 1950-an dan menjadi terkenal pada 1960-an melalui novel-novel silatnya. Beberapa seri terkenalnya adalah Pedang Kayu Harum, Bu Kek Sian Su, Pendekar Super Sakti, dan Serial Raja Pedang.
Judul buku : Si Pedang Tumpul volume 1–16. Sumber gambar tokopedia
Sampai beliau meninggal, Kho Ping Hoo memproduksi lebih dari 130 judul.
Karya-karya Kho Ping Hoo sendiri diterbitkan dalam bentuk buku dan majalah, serta menjadi salah satu bacaan paling populer di Indonesia pada zamannya. Novelnya juga diadaptasi menjadi pertunjukan, siaran radio, dan film.
Bastian Tito
Bastian Tito lahir pada tanggal 23 Agustus 1945 Pariaman, Sumatera Barat, kemudian meninggal tanggal 2 Januari 2006, pada umur 60 tahun, merupakan seorang seniman dan penulis novel asli dari Indonesia. Bastian adalah ayah dari aktor Vino G Bastian. Vino sendiri merupakan anak bungsu dari 5 bersaudara.
Nama Bastian Tito dikenal secara luas melalui novel. Salah satu novel karangannya, Wiro Sableng kemudian diangkat ke layar kaca (sinetron). Ada cerita sih dari Vino, momen yang menurut dia tidak habis pikir dengan kelakuannya sendiri saat masih kecil. Vino malu saat dijemput di sekolah oleh ayahnya, sebabnya adalah pada mobil tersebut ada poster Wiro Sableng 212 (maksud ayahnya sekalian promosi) eh namanya bocah ada aja yang bikin enggak PD. Sampai-sampai ia pilih sembunyi sampai pergi semua dulu, tujuannya supaya tidak di ketahui oleh teman-temannya kalau Vino adalah anak dari Bastian Tito yang mobilnya ada poster Wiro Sableng. Eh ternyata Vino di masa depan justru memerankan tokoh Wiro Sableng versi layar lebar yang rilis pada 2018 đ.
Bastian Tito sendiri sangat gemar menulis sejak kelas 3 SD, justru baru mulai membukukan tulisannya pada tahun 1964. Mayoritas karyanya adalah novel dengan rasa humor. Kebiasaan menulisnya ini dimulai sejak ia menerjemahkan novel James Bond. Dari sanalah dirinya mendapat inspirasi untuk menciptakan sosok superhero yang memiliki kode, 212 đ. Walah jadi inspirasi Wiro adalah Bond.
Ada tambahan dari cerita Vino dalam wawancara khusus dengan CNN Indonesia. Tentang filosofi 212 secara pribadi, namun tidak berhubungan langsung dengan tokoh Wiro Sableng.
"Tapi dia enggak ingin lambang 212 cuma kode agen kayak James Bond. Dia ingin angka 212 ada isinya dan ada filosofinya," kata Vino
Vino menjelaskan, angka 2 pertama memiliki arti bahwa dalam dunia selalu ada dua pihak yang berpasang-pasangan. Laki-laki berpasangan dengan perempuan, siang berpasangan dengan malam dan baik berpasangan dengan buruk.
Dua hal yang selalu berpasangan di dunia itu merupakan kehendak Tuhan yang Maha Esa. Masa kuasa Tuhan dalam kisah Wiro digambarkan dengan angka 1.
Angka 212 kalo dijumlah menjadi 5, yang maksudnya Pancasila.
"Kenapa ada angka 2 lagi? Ayah bilang, "ini kan Indonesia, pahlawan Indonesia harus punya kode yang Indonesia banget. Angka 212 kalo dijumlah menjadi 5, yang maksudnya Pancasila," kata Vino melanjutkan uraiannya.
Lebih dari itu, angka 5 juga diartikan oleh Bastian sebagai Rukun Islam. Bastian memang seorang religius, Vino menambahkan.
"Penjelasan bahwa 212 bermakna Pancasila dan Rukun Islam enggak masuk dalam cerita novel. Itu hanya untuk filosofi ayah sendiri," lanjutnya.
Sumber
Wiro Sableng sendiri ditulis pada tahun 1967 dengan banyak melakukan riset ke sejumlah candi dan perguruan silat. Riset untuk setiap buku biasanya memakan waktu hingga dua minggu. Dalam sekali penulisan, Bastian dapat menyelesaikan 2 hingga 3 buku Wiro Sableng.
Kisah pendekar yang identik dengan angka 212 ini diadaptasi ke layar lebar pada 1988. Diperankan oleh dua aktor lawas Tony Hidayat dan Atin Martino. Berlanjut menjadi serial ke layar kaca di era 90-an, bersama aktor Herning Sukendro (Kenken) dan Abhie Cancer.
Selain menjadi penulis, Bastian Tito juga bekerja sebagai profesional di sebuah perusahaan swasta dengan gelar Master of Bussiness Administration atau MBA yang dimilikinya.
Selain Wiro Sableng, ia juga menulis banyak kisah lain, seperti Kupu-Kupu Giok Ngarai Sianok yang berlatar budaya Minangkabau. Bahkan, dalam bukunya yang bertajuk Boma Gendenk : Topan di Borobudur memakai wajah anaknya, Vino G Bastian, sehingga terpampang di sampul depannya. Wkkkđ
Novel humor
Hingga akhir hidupnya, telah ada 185 serial Wiro Sableng yang ditulis Bastian.
Sumber gambar tokopedia
Selasa, 7 Januari 2025
Catatan Kaki