Rabu, 22 November 2023

Adakah negara yang memiliki penduduk yang menganut sistem matrilineal seperti Minangkabau?

Ada daerah-daerah tertentu pada negara-negara di Asia yang menerapkan sistem matrilineal, walau Asia sendiri sering dipandang wilayah patriarki.

Matrilineal yang merujuk pada sistem adat masyarakat yang mengatur keturunannya berdasarkan pihak ibu. Secara etimologi, matrilineal berasal dari dua kata yakni berasal dari kata bahasa Latin.

Mater yang berarti ibu, sementara linea yang berarti garis. Dengan demikian matrilineal dapat diartikan mengikuti garis keturunan yang ditarik dari pihak ibu.

Salah satu bentuk eksisnya matrilineal


Suku Mosuo dari Tiongkok

Suku ini juga sering disebut Na adalah salah satu suku minoritas di Tiongkok yang menganut sistem matrilineal. Suku ini hidup di sekitar danau Lugu serta tersebar di Provinsi Yunnan dan Sichuan, dekat perbatasan dengan Tibet. Berbeda dengan suku-suku minoritas lainnya yang menganut sistem patrilineal, suku ini menganut matrilineal dan ada wujudnya dalam festival Chaosan dan tradisi Perkawinan Azhu (阿注婚姻; Āzhù hūnyīn).

Populasi sekitar 40.000 jiwa, banyak yang tinggal di wilayah Yongning, sekitar Danau Lugu, di Labai, di Muli, dan di Yanyuan, yang terletak tinggi di pegunungan Himalaya.

Keluarga Mosuo cenderung menelusuri garis keturunan mereka melalui pihak perempuan dalam keluarga. Kadang-kadang ada juga yang tidak mengetahui siapa ayah dari seorang anak, hal ini tidak menimbulkan stigma seperti di banyak masyarakat lain (suku Mosuo tidak memiliki tradisi perkawinan, mereka tidak memiiliki definisi "suami dan istri" seperti umumnya dan tidak memiliki konsep "perceraian" atau anak-anak tidak sah). Anak-anak menjadi bagian dan tinggal di dalam rumah tangga ibu mereka dan memiliki akses terhadap tanah dan sumber daya di dalamnya.

Ibu sebagai pemimpin (Ah mi, atau perempuan tua, dalam bahasa Cina) adalah kepala rumah. Ah mi memiliki kekuatan absolut, memutuskan nasib semua orang yang tinggal di bawah atapnya. Dalam pernikahan berjalan, perempuan Mosuo bertanggung jawab atas sebagian besar pekerjaan rumah tangga dan keputusan keuangan. Ibu pemimpin juga mengatur uang dan pekerjaan setiap anggota keluarga. Ketika Ah mi ingin mewariskan tugasnya kepada generasi berikutnya, dia akan memberikan penerus perempuan ini kunci penyimpanan rumah tangga, yang menandakan pewarisan hak milik dan tanggung jawab.

Ingat kan tentang tradisi unik dari suku ini, dimana anak perempuan hingga suia 13 tahun dan dianggap dewasa mereka memiliki kamar pribadi di rumah. Ini adalah tempat di mana mereka dengan bebas membawa lelaki yang disukai untuk bermalam di sana sampai pagi. Hubungan ini bersifat pribadi dan tidak diizinkan untuk disebutkan namanya di depan umum.

Setiap kali ada acara petukaran, anak laki-laki dan perempuan Mosuo akan menari bersama, setiap gadis dapat memilih anak laki-laki.


Suku lainnya

Suku Cham dari Vietnam

Suku Cham sebagian besar beragama Islam dan sebagian kecil menganut agama Hindu. Merupakan suku bangsa asal Austronesia di Asia Tenggara. Pada abad ke-2 hingga hingga pertengahan abad ke-15, suku Cham menghuni Champa, kumpulan kerajaan yang sekarang menjadi Vietnam tengah dan selatan.

Masyarakat Cham berbicara dalam bahasa Cham dan bahasa Tsat (yang terakhir dituturkan oleh Utsul, sub kelompok Cham di Pulau Hainan, Tiongkok ), dua bahasa Chamic dari cabang rumpun Austronesia Malayo-Polinesia. Suku Cham bersifat matrilineal dan warisan diwariskan melalui ibu.

Uniknya adalah kelompok etnik Cham sendiri tersebar ke beberapa negara antara lain Malaysia dan Kamboja. Dalam ptaktik ritual agama islamnya sendiri lebih mirip dengan kejawen. Mereka memiliki tradisi campuran Islam dengan tradisi asli Cham peninggalan nenek moyangnya. Jadi sholat tidak 5 kali sehari seperti pada umumnya tapi 1 kali saja itu saat shalat jumat.

Selain itu dalam bulan Ramawan (Ramadan bagi Cham Islam) mereka tidak berpuasa, hanya imam (orang yang dituakan dalam keluarga) berpuasa mewakilinya.


Maghalaya (India), Beberapa suku di negara bagian Meghalaya di timur laut India

Suku kasi

Suku Garo

Mereka juga mempraktikkan keturunan matrilineal. Sering disebut sebagai orang Khasi dan orang Garo. Kalangan orang Khasi, istilah yang digunakan sebagai istilah umum untuk berbagai subkelompok di Meghalaya yang memiliki bahasa, ritual, upacara, dan kebiasaan yang berbeda, mereka memiliki identitas etnis yang sama sebagai Ki Hynniew Trep, sedangkan untuk Garo mengacu pada berbagai kelompok masyarakat Achik.

Suku Khasi, Garo, dan subkelompok lainnya memiliki warisan matrilineal, meskipun dilaporkan pada tahun 2004 bahwa mereka kehilangan sebagian sifat matrilineal mereka. Suku-suku tersebut dikatakan termasuk dalam salah satu "budaya matrilineal terbesar yang masih bertahan" di dunia.

Cerita unik dari suku Garo misal dalam aturan tradisi Garo secara ketat mengatur soal gelar klan yang mesti diambil dari sang ibu. Tentang pewarisan sang ibu (harta benda) yakni diberikan langsung kepada putri bungsu (nokmechik). Aturan tersebut juga mewajibkan anak bungsu tersebut harus tunduk pada perkawinan yang dijodohkan.

Di sisi lain anak perempuan yang tidak mendapat hak warisan tersebut (kakak dari si bungsu) akan melangsungkan pernikahan yang rumit. Si pria yang menjadi calon suaminya pun harus menghilang dari pernikahan tersebut.

Pada akhirnya anak perempuan (calon istri) tersebut akan menyerah atau sebaliknya calon suaminya mau untuk menikah. Laki-laki akan tinggal di rumah pasangannya, apabila terdapat ketidakcocokan dalam hubungan maka diperbolehkan untuk berpisah.

Cerita menarik lainnya dalam suku ini ada sebuah asrama desa yang disebut nokapante. Anak laki-laki saat usianya menginjak masa remaja (pubertas dimulai) maka ia memiliki kewajiban untuk ke luar rumah. Anak tersebut akan dilatih dan dibesarkan di nokapante bersama dengan warga yang lain. Bila ia menikah maka boleh meninggalkan asrama tersebut dan tinggal di rumah istrinya.

Catatan Kaki